ARTIKEL MUSEUM LA GALIGO

MUSEUM LA GALIGO SEBAGAI ASET BUDAYA KOTA MAKASSAR

Museum adalah salah satu lembaga yang bertugas untuk mengumpul, merawat dan mempublikasikan benda –benda atau koleksi  sejarah atau purbakala  yang bergerak dibidang masyarakat untuk kepentingan umum khususnya anak didik atau pelajar. Inti dari museum adalah mengoleksi benda-benda budaya yang mempunyai nilai sejarah/keperbukalaan. Museum dikenal juga sebagai tempat atau obyek rekreasi bagi masyarakat, tentunya menerima tamu baik domestik maupun mancanegara, baik itu penduduk lokal maupun siswa-siswa. Museum La Galigo merupakan Museum pertama di Sulawesi Selatan berlokasi di Jalan Ujung Pandang, No. 1 Makassar, berada di dalam Kompleks Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam). Penamaan Museum La Galigo atas dasar pertimbangan bahwa La Galigo adalah putra seorang Raja dari Kerajaan Luwu sebagai kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dan sebagai karya sastra klasik yang melegenda dan mengandung nilai-nilai tatanan dan tuntunan hidup bagi masyarakat Sulawesi Selatan seperti religi, ajaran kosmos, adat istiadat pemerintahan tradisional, system ekonomi/perdagangan dan peristiwa penting lainnya. Museum ini menyimpan sejarah kebesaran Makassar dan daerah-daerah lainnya di Sulawesi Selatan.
La Galigo atau sureq Galigo merupakan karya sastra besar dunia, memiliki panjang sekitar 300 baris, dua kali lebih panjang dibanding epik Mahabrata dan Ramayana serta sajak-sajak homerus dari Yunani. La Galigo berisi tentang genesis orang bugis dan filosofis kehidupan manusia, mengandung sebagian besar puisi yang ditulis pada abad ke 13 dan 15 dalam naskah lontarak kuno bahasa Bugis, ada dua macam yaitu naskah Galigo (sureq salleayyang) dan lotarak. Sureq Galigo mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai bacaan hiburan, bacaan upacara, sebagai mitos tuntunan hidup.

Salah satu koleksi naskah kuno Museum La Galigo Provinsi Sulawesi Selatan yang telah mendapatkan sertifikat penghargaan sebagai warisan dunia oleh UNESCO berjudul “SAWERGADING DAN LA GALIGO KE SENRIJAW”. Dalam epik ini Sawergading merupakan tokoh paling banyak berperan mengisi alur cerita dari awal hingga akhir. Ia merupakan cikal bakal dari segala kejadian tentang alam, manusia, dan kehidupannya sebagai turunan dewa Sawergadingmemiliki watak yang berdimensi ganda antara cinta dan dendam, benci dan sayang, tegar dan cengeng, lembut dan kasar tergantung kondisi yang dihadapi serta rangsangan yang diterima dari lingkungannya. Watak tentang nilai-nilai kejujuran (lempu), ketegasan (getteng) dan nilai etos kerja (reso) yang tinggi tercermin dalam kehidupannya.
Gambar 1. Salah satu koleksi benda arkeologi di Museum La Galigo
Foto oleh : Penulis

Museum La Galigo mendapatkan perawatan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Perawatan tersebut meliputi ; anggaran, koleksi, gedung, serta pembinaan. Adapun Museum La Galigo hingga saat ini berhasil menghimpun koleksi sebanyak + 5000 buah koleksi yang terdiri dari beberapa jenis antara lain ;
-          Koleksi Arkeologika
-          Koleksi Historika
-          Koleksi Numismatika/Heraldika
-          Koleksi Geologika
-          Koleksi Biologika
-          Koleksi Etnografika
-          Koleksi Keramologika
-          Koleksi Filologika
-          Koleksi Seni Rupa

Di Museum La Galigo terdapat 2 unit kerja meliputi ;
1.Balai Cagar Budaya
Balai Cagar Budaya merupakan Bidang yang bergerak dalam pemeliharaan benteng, koleksi-koleksi, serta pengelolaan sarana dan prasarana.
2.UPTD Museum La Galigo.
UPTD merupakan bidang yang bergerak dalam tata unit kerja yang mengawasi secara teknis berupa anggaran atau alokasi dana.

Dari tahun ke tahun perkembangan museum atau benteng Rotterdam mengalami beberapa perbaikan, dalam hal ini tidak merubah atau merusak bentuk aslinya. Pembaharuan tersebut dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan penambahan fasilitas baik itu papan informasi, penambahan taman-taman sebagai daya tarik serta Guide lokal yang tersedia untuk memandu wisatawan lokal maupun mancanegara. Bagi para wisatawan yang ingin memasuki Museum La Galigo  dikenakan tarif ; untuk dewasa Rp 5.000,-/org, Anak-anak Rp 3.000,-/org, Wisman Rp 10.000,-/org. Selain mendapatkan ilmu, Museum La Galigo menyediakan Cenderamata untuk para Wisatawan, baik itu berupa Gantungan Kunci, Baju Kaos dan Miniatur.
Museum La Galigo selain merupakan tempat edukasi, dapat pula dijadikan sebagai obyek wisata di waktu senggang. Pada bidang edukasi Museum La Galigo ditangani oleh staf yang baru dibentuk di museum ini. Staf tersebut bergerak dibidang edukasi dan publikasi museum. Bidang edukasi meneliti secara rinci, kemudia diberikan kepada bidang publikasi untuk dibuatkan skenario agar informasi yang mereka dapatkan diketahui oleh anak didik atau pelajar untuk lebih mudah dipahami sehingga pelajar atau anak didik mendapatkan informasi baru mengenai benda-benda sejarah atau purbakala. Dimana bidang edukasi bertugas  untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, membuat berita-berita di koran, menyusun buku tentang museum, serta meneliti koleksi-koleksi untuk memperoleh info yang lebih detail dan akurat. Sedangkan bidang publikasi museum bertugas untuk membuat brosur, melakukan pemasaran dan promosi.
Museum La Galigo terbagi atas 2 bagian yaitu sebelah barat dan sebelah timur. Pada museum sebelah barat menceritakan mengenai asal muasal kerajaan Gowa yang pertama yang diyakini turun dari langit dan dinamakan To Manurung (To : orang, Manurung : turun dari langit). Kemudian, kita juga bisa mendapati silsilah kerajaan Gowa, yang termasuk di dalamnya adalah salah satu pahlawan yang paling dikenal dari Sulawesi Selatan, yaitu Sultan Hasanuddin.  Beberapa peninggalan sejarah dapat kita lihat juga di bagian ini, seperti aksara Bugis, peninggalan asal muasalnya Islam masuk ke Sulawesi, seperti Al-Qur'an yang sudah berusia lebih dari dua ratus tahun, piring-piring bertuliskan bahasa Arab dan pakain saudagar Arab sebagai orang-orang yang diyakini pertama kali mengenalkan Islam ke Sulawesi.
Gambar 2. Seserahan adat Bugis Makassar.
Foto oleh : Penulis

Di dalam museum ini juga memberikan informasi mengenai budaya Bugis dan awal budaya Bugis, dari baju adat, senjata, sampai singgasana perkawinannya. Jadi di adat Bugis dahulu, untuk anak-anak berumur satu sampai lima tahun , khususnya anak perempuan, sehari-hari mengenakan karawel dan jempang (bahan dari perak dan emas yang berfungsi sebagai hiasan dada dan penutup kemaluan).  Pada saat mereka berumur 5 sampai 13 tahun, biasanya dilakukan upacara sunatan untuk anak laki-laki dan Makatte atau khitanan bagi anak perempuan. Pada saat itu untuk pertama kalinya anak-anak perempuan memakai pakaian adat baju bodo, biasanya dipakai bersusun, yang terdiri dari 3,5, sampai 7 susun, berdasarkan strata sosial.  Upacara adat ini dikenal dengan nama upacara Mappalai Waju. Yang menarik dari sini diketahui bahwa dulu, selain banyaknya susunan, arti dari warna baju bodo yang dikenakan berbeda-beda , baju bodo berwarna merah berarti untuk gadis, warna pink untuk sudah menikah, warna kuning untuk janda, warna hijau/biru untuk putri dan warna gelap untuk wanita yang sudah tua/ berumur.
Di bagian museum sebelah timur dari pintu masuk, terdapat informasi zaman prasejarah hingga zaman sejarah, dari zaman gua, berburu, bercocok tanam hingga berlayar. Disini juga terdapat maket-maket kapal pinisi, sebagai salah satu icon kebanggaan masyarakat Bugis, yang terkenal dengan pelautnya yang tangguh.
Saat ini jika dilihat keadaan museum sudah sangat berkembang. Hal ini terlihat dari arsitektur museum yang sudah mengalami pembaharuan, dari fasilitas yang dimana didalam museum sudah tersedia ruang rapat/konferensi. Selain itu pemanfaatan teknologi untuk memberikan informasi kepada wisatawan juga sudah modern dan mudah dimengerti. Perkembangan ini memperlihatkan bahwa selain Museum La Galigo dapat dijadikan sebagai edukasi juga dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, baik dari segi penataan maupun miniatur/miniatur yang mereka tampilkan seperti miniatur perahu nelayan, bendi atau alat penangkap ikan pada zaman dahulu. Pihak museum pun memamerkan tidak hanya benda-benda tetapi juga kalender-kalender atau perhitungan-perhitungan hari baik masyarakat tempo dulu. Ini menunjukan kesiapan pihak museum menjadi sebuah daya tarik wisata yang dapat dikatakan sebagai wisata berbasis pendidikan.
Adapun strategi atau hal-hal yang dilakukan oleh pihak museum adalah mensosialisasikan mengenai museum diantaranya adalah melakukan sosialisasi kesekolah, salah satu diantaranya yang pernah dilakukan yaitu bekerja sama dengan sekolah-sekolah di 2 kabupaten di Sulawesi Selatan, membuat event-event serta melaksanakan seminar bagi anak didik atau pelajar mengenai apa itu museum. Tujuan dilakukannya hal tersebut adalah agar anak didik dapat mengetahui apa itu museum, bagaimana itu museum dan apa yang didapatkan setelah kemuseum. Tahun ini pihak museum akan mengadakan pameran yang diikuti oleh seluruh museum yang ada di Indonesia bertemakan batik nusantara sebagai langkah untuk memperkenalkan museum sekaligus menarik perhatian wisatawan yang akan dilaksanakan di Museum La Galigo pada bulan Agustus 2017.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ARTIKEL BENTENG SOMBA OPU

ARTIKEL PANTAI DATO MAJENE